Manusia dilahirkan dengan disertai Naluri dan Kebutuhan Jasmani sebagai fitrahnya, Naluri mensucikan sesuatu yang kemudian termanifestasi terhadap keyakinan Agamanya, Naluri memiliki keturunan yang termanifestasi terhadap kehidupan berumah tangga, Naluri bertahan hidup yang membuat dia terus berupaya mendapatkan kehidupan yang layak dengan cara yang berbeda-beda. Juga kebutuhan Jasmani yang tidak dapat lepas dari fitrahnya sebagai seorang hamba Sang Pencipta, mulai dari menghilangkan rasa lapar, haus, kantuk, lelah, hingga buang hajat sekalipun jika sudah waktunya, harus diselesaikan dengan apik, tanpa bisa ditunda, karena jika ditunda sedikit saja akan menyebabkan ketidak seimbangan terhadap tubuhnya.

Namun kesemuanya itu tidak bisa menstandarisasi bentuk sifat insan manusia, karena ada akal dan nafsu yang membedakan kadar jalan kehidupan mau bagaimana ia dengan potensi-potensi tersebut diatas yang ia miliki. Namun hanya satu kecenderungan manusia, ketika ia telah memiliki satu lembah harta berlimpah ia tetap tidak akan pernah menolak jika ditawarkan lembah lainnya yang juga penuh dengan harta berlimpah.

Disinilah kemudian peran Iman sesungguhnya, menjadikan seorang manusia berguna atau menjadikan seorang manusia tidak berguna. Allah SWT, bukan tanpa alasan memberikan potensi-potensi diatas pada seorang manusia. Potensi-potensi seperti naluri, proses berfikir, kebutuhan jasmani, semuanya akan bermuara pada satu titik, titik penentuan apakah sosok yang memiliki potensi-potensi tersebut duniawi atau malah ukhrowi.

Kita sering melihat sosok yang memanfaatkan potensi yang ia miliki untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, namun kita juga masih diberi berkah oleh Allah dapat melihat sosok yang memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan hidup orang lain. Orang-orang seperti ini memiliki berbagai macam motivasi, namun satu hal yang dapat membedakan hasil dari motivasi ia berbagi. Apakah ia sekedarnya berbagi, atau ia memang tipe yang ketagiha berbagi.